Yogyakarta, IDN Tipikor - Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Sri Sultan Hamengku Buwono X, melontarkan kritik pedas terhadap pola pengelolaan Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang saat ini dijalankan pemerintah pusat. Dalam sambutannya di acara Gerakan Pangan Murah yang digelar Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan (DPKP) DIY, Jumat (26/9/2025), Sultan menyinggung persoalan teknis yang tampak sepele namun justru sangat krusial: proses memasak yang terlalu dini sehingga memicu makanan basi dan berujung keracunan.
“Sebetulnya tidak rumit, kenapa bisa keracunan? Masaknya jam setengah 2 pagi, dimakan jam 08.00 saja sudah mesti wayu (basi). Itu airnya disendok saja sudah mulur. Itu pasti basi,” ujar Sultan tegas di hadapan peserta acara.
Pernyataan itu merujuk pada sejumlah kasus keracunan massal yang menimpa siswa penerima program MBG di berbagai daerah. Sultan menilai masalah tersebut bukan terletak pada kualitas bahan, melainkan pada pola masak yang tidak tepat.
Pengalaman Dapur Umum Bencana
Sultan kemudian menyinggung pengalamannya saat terlibat langsung dalam penanganan korban bencana alam di Yogyakarta. Ia menyebut dapur umum korban gempa 2006 dan erupsi Merapi 2010 sebagai pembelajaran penting.
“Waktu Merapi 2010, saya empat tahun mesti buka pengungsian. Ada dapur umum. Kalau diatur seperti dulu, lauknya ditentukan dapur, begitu dimakan tidak enak, langsung dibuang di halaman. Selesai, mubazir,” kenangnya.
Namun, pola itu berubah ketika menu ditentukan melalui musyawarah warga pengungsi. “Saya hanya bilang, tiap hari harus ada telur atau daging atau ayam. Variasinya silakan mereka putuskan sendiri. Hasilnya, tidak ada yang terbuang,” jelas Sultan.
Kritik pada Efektivitas Program MBG
Menurut Sultan, pengalaman tersebut seharusnya bisa menjadi rujukan bagi pemerintah dalam merancang program MBG. Ia menekankan pentingnya efektivitas dalam pemilihan menu dan pengaturan waktu masak.
“Bisa nggak, jam 02.30 itu jangan masak sayur? Masaknya pagi, toh dimakan jam 08.00 atau jam 10.00. Yang lain, seperti lauk goreng, bisa disiapkan lebih awal. Jadi pola memasaknya harus diubah,” sindir Sultan.
Ia juga menegaskan, pola lama yang tidak dievaluasi hanya akan memperbesar risiko berulangnya kasus keracunan. “Korban itu tidak akan berkurang selama pola masak-pola masaknya tidak berubah,” tegasnya.
Pesan Tegas Sultan
Pernyataan keras Sri Sultan HB X ini menjadi alarm bagi penyelenggara program MBG. Bukan hanya soal distribusi, tetapi menyangkut keselamatan ribuan anak sekolah yang seharusnya dilindungi dari risiko makanan basi.
“Kalau pola ini tidak direvisi, kasus keracunan akan terus terjadi. Yang jadi korban nanti anak-anak kita sendiri,” tutup Sultan.
Red....